Saturday, February 18, 2017

MAKALAH KRITIK MATAN HADIST






MAKALAH KRITIK MATAN

OLEH : NOVITA HERAWATI,S.Pd.I



Pendahuluan

 Hadis  sebagai ucapan, perbuatan, takrir dan hal-ihwal Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Quran.[1]  Hadis (sunnah) Nabi saw.  selanjutnya berfungsi sebagai uswah (tauladan) bagi  setiap muslim.[2]
Memposisikan  hadis secara struktural dan fungsional sebagai sumber ajaran setalah al-Quran, atau sebgai bayaan (penjelas) terhadap al-Quran merupakan suatu keniscayaan.  Nabi Muhammd saw. dalam kapasitas sebagai Nabi dan Rasul, tidak seperti tukang pos dan bukan pula sebagai medium al-Quran, tetapi beliau adalah mediator,[3] mufassir awal al-Quran.
Dari aspek periwayatan, hadis Nabi berbeda dengan  al-Quran. Al-Quran, semua periwayatannya  berlangsung secara mutwatir, dan untuk  hadis Nabi sebagian periwyatannya berlangsung secara  mutwatir, dan sebagian yang lainnya berlangsung secara ahad.[4]  Olehnya  al-Quran dilihat dari aspek periwayatan dapat  dikategorikan qat’i al-wurud. Sedangkan untuk hadis Nabi, sebagiannya saja dikategorikan qat’i al-wurud, adan sebgian lainnya, bahkan yang terbanyak berkedudukan sebagai dzanni al-wurud.[5] Dengan demikian dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat al-Quran tidak perlu lagi dilakukan penelitin untuk membuktikan orosinalitasnya.  Adapun hadis Nabi, dalam hal ini berkategoriahad, harus diteliti. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan periwaytannya berasal dari Nabi atau tidak.
Dalam kenyataannya, kitab-kitab hadis yang beredar di tengah  masyarakat, dan diperpegangi oleh umat Islam juga dijadikan sebagai sumber ajaran setelah al-Quran ,  kenyataannya kitab-kitab tersebut disusun oleh penyusunnya itu  setelah lama Nabi  saw. wafat.  Jarak  antara wafatnya Nabi  saw. dan penulisan kitab-kitab hadis tersebut,  kemungkinan terjadi  kesalahan dalam periwayatan sehingga menyebabkan  riwayat hadis tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari nabi.
Dengan demikian untuk mengetahui apakah riwayat  berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis  tersebut dapat dijadikan  sebgai hujjah atau tidak, lebih dahulu harus diadakan penelitian.  Kegiatan penelitian , tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadis itu saja (matan), tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatan (sanad). Jadi, untuk membuktikan suatu hadis dapat dipertanggungjawabkan keorisinilannya, bahwa hadis tersebut benar berasal dari Nabi saw., diperlukan penelitian matan dan sanad hadis lebih seksama.
Dalam ilmu sejarah, penelitian matan(naqdu al-matan) dikenal dengan istilah kritik interen, atau al-naqdu al-dakhili.  Adapun untuk penelitian sanad, atau naqdu al-sanad, disebut  dengan kritik eksteren, atau naqdu al-khariji.
Ulama ahli hadis telah menyusun berbagai kaidah yang berhubungan dengan penelitian matan dan  sanad hadis, mereka menggunakan sejumlah kaidah, di antaranya pendekatan sejarah.  Peneliian sejarah, banyak persamaan disamping sejumlah perbedaan, antara kaidah yang berlaku dalam ilmu hadis dan ilmu sejarah. Untuk menghasilakan  penelitian yang lebih akurat, kedua ilmu dimaksud dapat dipadukan, karena keduanya  ternyata memberikan sumbangsih yang besar dan saling bermanfaat.
Selanjutnya, adakalanya setelah hadis diteliti sanad dan matan-nya, dan diketahui bahwa hadis tersebut berstatus maqbul, ternyata hadis tersebut bertentangan dengan hadis yang lain dengan status maqbuljuga, atau dalil lainnya yang shah. Dalam keadaan seperti ini, kegiatan penelitian tersebut masih terus dilaksanakan,  bahwa yang diteliti bukan  status maqbul atau tidak maqbul-nya hadis itu, melainkan hadis itu digolongkan  dapat diamalkan atau tidak.
Untuk kepentingan penelitian hadis, ulama ahli kritik hadis telah menyusun berbagai kaidah dan cabang pengetahuan hadis, yang disebut  dengan ulum al-Hadis.  Untuk selanjutnya,  metodologi penelitiansanad dan matan  hadis  dapat dilengkapi  dengan kaidah dan  juga cabang pengetahuan yang berhubungan dengan hadis, sehingga disiplin ilmu hadis tidak dapat dikatakan sebagai ilmu yang berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dengan ilmu-ilmu yang lainnya.

Pengertian matan
Kata matan menurut  bahasa ialah tengah jalan, punggung bumi, atau bumi yang keras dan tinggi. Misalnya,  kalimat “matan kitab”,  yang dimaksud adalah materi pokok, bukan merupakan syarah,hasiyah ataupun ta’liq.[9]
Menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh al-Thibi bahwa matan ialah, lafal-lafal hadis yang  dengan lafal itulah terbentuk makna.   Al-Syayuthi dan Ibnu Jamaah berpendapat bahwa matan ialah, sesuatu  yang kepadanya berakhir sanad dari berbagai macam perkataan, kemudian dihubungkan dengan hadis.[10]
Ajaj al-Khatib mengemukakan bahwa matan adalah redaksi hadis yang menjadi unsur pendukung pengertian atau maksud hadis, hal itu didasarkan bahwa matan itulah yang tampak pada hadis dan menjadi materi hadis itu[11].
Dari  pengertian  sanad dan matan hadis sebagaimana dikemukakan di atas, dapat difahami bahwa demikian urgennya keberadaan sanad juga matan dalam sebuah  hadis.  Olehnya  tidak dapat disebut hadis jika unsur sanad maupun matan tidak dijamin keabsahannya.

Urgensi penelitian matan hadis
Abbas Hasjim menjelaskan delapan alasan pentingnya kritik matan hadits, yaitu:
a. Motivasi agama, alasan ini terkait dengan pentingnya menjaga kemurnian agama dengan menjaga nilai-nilai hadits sebagai warisan Rasulullah yang dijadikan sebagai sumber rujukan umat islam.
b. Motivasi sejarah, tarikh islam, khususnya tarikh Nabi harus terbebas dari intervensi kekuasaan yang cenderung memalsukan fakta sejarah islam. Hal ini penting karena tarikh Nabi menjadi sumber ajaran islam.
c. Keterbatasan Hadits Mutawatir, tidak bisa dipungkiri hadits mutawatir sangat terbatas dibandingkan haditst ahad. Penelitian matan diperlukan supaya hadits ahad yang telah teruji kesahihannya bisa diterima dan diamalkan oleh masyarakat.
d. Bias penyaduran ungkapan hadits. Tidak dipungkiri akses penyaduran hadits pada jaman sahabat telah memunculkan keragaman teks hadits tanpa kontrol. Hal ini tentu saja bisa menimbulkan keraguan akan keaslian kandungan hadits. Penelitian matan bisa mengurangi bahkan menghilangkan keraguan tersebut.
e. Teknik pengeditan hadits. Para kolektor hadits tidak sama dalam memilih strategi pengumpulan hadits. Teknik pengumpulan ini mendorong tercampurnya antara ungkapan Nabi dan fatwa sahabat dianggap hadits. Penelitian matan bisa menjadi solusi dari masalah ini.
f. Kesahihan sanad tidak berkorelasi dengan kesahihan matan. Sanad yang shahih tidak menjamin matannya juga shahih. Begitupun sebaliknya. Maka kritis matan hadits secara tidak langsung menjadi langkah metodologis kritik sanad.
g. Sebaran tema dan perpaduan konsep. Sebuah tema bisa tersebar dalam banyak konsep dan dari beberapa hadits. Hal ini tidak bisa dipahami tanpa adanya penelitian tentang tema tersebut. Maka penelitian matan begitu penting.
h. Upaya penerapan konsep doktrinal hadits. Kandungan matan hadits notabene bersifat abstrak. Oleh karena itu supaya bisa dipahami sebagai konsep konkret yagn bisa digunakan sebagai sumber ajaran islam, diperlukan tahapan dari pemaknaan leksikal sampai makna kontekstual dengan menggali informasi mengenai para perawi dan asbabul wurudnya. Tanpa penelitian matan, hal ini tentu saja susah untuk dilakukan.



TUJUAN KRITIK MATAN HADIST

Kritik matan dipahami sebagai penelitian terhadap isi hadits, baik dari sisi teks maupun makna teks itu sendiri. Dibanding kritik sanad, kritik matan ini kurang mendapat perhatian oleh pakar hadits.[4] Padahal sebagaimana kritik sanad, kritik matan juga merupakan studi yang sangat penting. Bahkan tidak ada jaminan ketika sanadnya sehat, matannya juga sehat.
Hal ini menjelaskan bahwa hasil kritik matan hadits bisa menjadikan sebuah hadits yang sanadnya shahih, tidak bisa dijadikan hujjah karena tidak shahih matannya. Muhammad Thahir al-Jawabi menjelaskan dua tujuan kritik matan, yaitu:[5]
1. Untuk menentukan benar tidaknya matan hadits.
2. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kandungan yang terdapat dalam sebuah matan hadits.
Dengan demikian, kritik matan hadits ditujukan untuk meneliti kebenaran informasi sebuah teks hadits atau mengungkap pemahaman dan interpretasi yang benar mengenai kandungan matan hadits. Dengan kritik hadits kita akan memperoleh informasi dan pemahaman yang benar mengenai sebuah teks hadits.


MANFAAT KRITIK MATAN HADIST

Manfaat dilakukannya kritik matan antara lain:
1. Terhindar dari kekeliruan dalam menerima riwayat hadis
2. Mengetahui adanya kemungkinan kesalahan rawi hadis dalam meriwayatkan hadis.
3. Menghindari pemalsuan atau manipulasi hadis oleh oknum tertentu yang berkepentingan ingin           berlindung atas nama syariat.
4. Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa periwayat hadis.


SYARAT-SYARAT KRITIK MATAN

Secara umum kajian kritik matan hadits dapat disebutkan bahwa lingkup pembahasannya adalah terkait dengan matan hadits.  Matan hadits disini memiliki beberapa kriteria untuk dilakukan kritik matan terhadapnya. Yang pertama, terkait dengan lafaznya, jika dalam lafaz hadits terdapat pertentangan dengan Alquran, maka kritik terhadap matan hadits harus dilakukan sebagaimana apa yang pernah dilakukan oleh Saydatuna Aisyah tentang sebuah hadits yang menurutnya bertentangan dengan sebuah ayat alquran[13]. Yang kedua adalah terkait maknanya, jika makna satu hadits bertentangan dengan hadits yang lain maka harus dilakukan kritik terhadap matan hadits. Hal ini dilakukan dengan membandingkan redaksi matan antara para ahli hadits dengan mendengarkan hafalannya masing-masing.
Dalam menentukan keshohian matan hadits, Sholahuddin bin Ahmad memberikan dua syarat[14]:
1. Hadits tersebut terlepas dari syad, dengan arti bahwa hadits tersebut mencakupi syarat hadits shohih Syad  pada matan didefinisikan dengan adanya pertentangan atau ketidaksejalanan riwayat seorang perowi yang menyendiri dengan seorang perowi yang lebih kuat hafalan/ ingatannya.[15].

2. Hadits tersebut terbebas dari illat,
‘Illat pada matan hadits didefinisikan sebagai suatu sebab tersembunyi yang terdapat pada matan hadits yang secara lahir tampak berkualitas shahih. Sebab tersembunyi di sini dimaksudkan bisa berupa masuknya redaksi hadits lain pada hadits tertentu.[16]
3. Kriteria untuk mengungkap ‘illat pada matan sebagaimana dikemukakan oleh al-Salafi adalah[17]:
a. Mengumpulkan hadits yang semakna serta mengkomperasikan sanad dan matannya sehingga diketahui ‘illat yang terdapat di dalamnya
b. Jika seorang perawi bertentangan riwayatnya dengan seorang perowi yang lebih tsiqah darinya, maka perawi tersebut dinilai ma’lul
c. Mengetahui penyeleksian seorang syaikh bahwa pernah menerima hadits yang diriwayatkannya itu sebenarnya tidak pernah sampai padanya
d. Seorang perawi tidak mendengar (hadits) dari gurunya langsung
e. Adanya keraguan bahwa tema inti hadits tersebut berasal dari Rasulullah
f. Hadis yang telah umum dikenal oleh sekelompok orang (kaum), namun kemudian datang seorang perawi yang hadisnya menyalahi hadis yang telah mereka kenal itu, maka hadis yang dikemukakan itu dianggap memiliki cacat.
Jika perowi meriwayatkan hadis dari seorang perowi tentang itu, maka hadisnya dihukumi bersambung (muttashil) dan shahih, namun jika mereka meriwayatkan dari perowi lainnya maka hadisnya dihukumi mursal atau munqathi’karena tidak ada pertemuan langsung (all-liqa’) dan pendengaran langsung (as-sima’)[18]. Itulah criteria yang dikemukakan al-salafi, hingga benar jika dikatakan bahwa penelitian terhadap ‘illat pada matan itu sangat sulit krcuali oleh peneliti yang benar-benar terlatih melakukan penelitian hadis.
Jadi secara singkat, kritik matan hadits khusus berbicara pada matan sebuah matan hadits saja. Akan tetapi jika ditinjau dari sisi yang lebih luas dengan melihat metode dalam kritik matan hadits, maka kritik matan hadits merupakan bidang kajian ilmu hadits yang membutuhkan kajian-kajian pendukung lain dalam kajian ilmu hadits, seperti Ilmu Rijalul hadits, Jarh wa ta’dil dan sebagainya untuk menentukan metode maupun syarat melakukan kritik matan hadits.
Kajian kritik matan hadits yang bisa dikatakan secara bidang keilmuan yang utuh adalah  kajian yang kontemporer dalam bidang ilmu hadits merupakan kajian yang termat sulit ditemukan literature yang khusus mengkaji tentang hal tersebut. Hal ini tentunya menjadi kendala tersendiri untuk kemandirian bidang keilmuan ini. Ada beberapa kendala maupun kesulitan yang sering dialami pengkaji kritik matan hadits, hal tersebut disebutkan dalam kitab Manhaj Naqdil matni ‘inda Ulamail hadits Annabawy:
1. Sedikitnya literatur yang membahas tentang topik ini.
2. Sulitnya pembahasan kritik matan hadits.
3. Ketakutan pengkritik hadits terhadap hadits yang dikritisi atas kesalahan dalam interpretasi.

No comments:

Post a Comment